TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin, menyebut pelaporan dirinya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak tepat. Ia pun merasa dirinya tidak bersalah, dan laporan tersebut sekedar tudingan saja.
Baca juga: Ma'ruf Amin Tanggapi Survei Litbang Kompas Soal Elektabilitas
"Apa salah saya? Kalau kenapa saya diam saja, karena menurut saya itu bukan sesuatu hal yang melanggar," kata Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat 22 Maret 2019.
Advokat Peduli Pemilu sebelumnya melaporkan Ma'ruf Amin ke Bawaslu, Kamis, 21 Maret 2019. Ma'ruf dituding telah melakukan pembiaran tersebarnya berita bohong yang dilakukan oleh salah satu mubalig pada sebuah acara.
Koordinator Advokat Peduli Pemilu, Papang Sapari, mengatakan laporan tersebut dibuat atas dasar tersebarnya video berdurasi 1 menit 25 detik di media sosial. Dalam video tersebut, seorang penceramah menyebutkan bahwa apabila Ma'ruf Amin bersama Jokowi tidak terpilih di Pilpres, tahlil dan zikir tak akan lagi berkumandang di Istana.
“(Yang dilaporkan) Ma'ruf Amin karena melakukan pembiaran. Dia mendengar sendiri dan melihat sendiri seharusnya dihentikan. Itu kan merugikan pihak 02,” ujar Papang kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis, 21 Maret 2019.
Ma'ruf mengaku tak habis pikir bagaimana pertemuan antar kiai itu bisa dipersoalkan. Ia pun mengaku tak mengerti kaitan antara sikap diamnya dalam forum itu, dikaitkan dengan penyebaran hoax.
"Menurut saya ya itu tidak tepat kalau dianggap melanggar kan bukan di tempat terbuka, belum mengajak orang," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini.
Menurut Ma'ruf, dalam pertemuan seperti itu merupakan hal yang wajar antar kiai bertukar pandangan. Sesama ulama bukan saling menceramahi, namun sama-sama mengingatkan.
Baca juga: Ma'ruf Amin: Rugi Jika Tidak Pilih Jokowi
Ma'ruf Amin menilai konten dalam pertemuan tersebut, adalah bentuk kekhawatiran kiai dan ulama tentang potensi penggurusan Islam rahmatan lil alamin, Islam Ahlussunah Wal Jamaah, dan Islam moderat. Sementara paham yang diamini Nahdlatul Ulama (NU) itu yang dianggap paling cocok untuk mempersatukan umat.
"Itu pertemuan di internal. Di dalam rumah kan itu bukan di luar, pertemuannya sesama kiai, nah kiai ketika masing-masing menyambut itu karena saling memberikan warning. Jangan sampai terjadi ini," lanjutnya.